Sejarah Masjid Agung Al-Ittihad, Ikon Multikulturalisme di Kota Tangerang
Kemegahan Masjid Agung Al-Ittihad telah masyhur seantero Tangerang Raya. Berdiri pada 1961 silam, masjid yang terletak di Jalan Kisamaun, No. 1, Sukarasa, Kecamatan Tangerang ini menjadi salah satu ikon multikulturalisme di Kota Tangerang.
Masjid Agung Al-Ittihad menjadi salah satu pusat keagamaan yang merepresentasikan akulturasi budaya di Kota Tangerang. Terlihat, aktulturasi kebudayaan tersebut dapat dilacak dari bentuk kubah yang tidak bulat seperti masjid-masjid pada umumnya. Melainkan berbentuk kerucut seperti atap pagoda khas kebudayaan Tionghoa (Cina Benteng) di Kota Tangerang.
“Masjid Agung Al-Ittihad ini mempunyai keunikan tersendiri dibanding masjid lainnya. Salah satu yang paling menonjol yakni gaya arsitektur masjid ini sendiri yang mengandung beberapa sentuhan akulturasi budaya, mulai dari Islam, Tionghoa, sampai modern,” ujar
Ketua Harian Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al-Ittihad Kota Tangerang, Ujat Sujadi Jalal, Jumat, (23/2/24).
Tidak hanya itu, Masjid Agung Al-Ittihad juga mempunyai kisah kejayaan tersendiri pada masa integrasi daerah Tangerang Raya dulu. Letaknya yang berada di pusat kota (di samping bekas Pendopo Bupati Tangerang), masjid ini menjadi titik temu (meeting point) seluruh mobilitas aktivitas masyarakat di Tangerang Raya.
“Masjid ini juga dikenal sebagai titik nol kilometer dari kawasan Tangerang Raya. Terlebih, terletak di dekat Kawasan Pasar Lama, masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah semata melainkan ikon wisata sejarah, budaya dan religi di Kota Tangerang,” jelasnya.
Setelah kepengurusan pengelolaan Masjid Agung Al-Ittihad bertransformasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang ke Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang pada tahun 2023 kemarin, Masjid Agung Al-Ittihad kini berkembang menjadi pusat pendidikan agama Islam yang populer di Kota Tangerang.
Berbagai kegiatan rutin di Masjid Agung Al-Ittihad dapat diikuti oleh masyarakat umum, mulai dari pondok pesantren, kajian-kajian beberapa kitab salafi kanon (klasik), sampai parade kebudayaan pada saat Perayaan Hari Besar Islam (PHBI).
“Tidak hanya sebagai tempat ibadah, masjid ini juga berkembang menjadi pusat kegiatan dakwah Islam. Bahkan, kami mempunyai tradisi dakwah yang unik, yakni arak-arakan perahu dan makan kebuli akbar ketika bulan Rabiul Awal (Maulud) yang menandakan khas kebudayaan lokal masyarakat pinggiran Sungai Cisadane,” tambahnya.